Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Daftar isi |
Latar belakang
Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai berikut:
Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi:
- Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
- Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
- Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta)
Nisab
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun [http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Zakat/Prxcmzxcvnzxnc.zxnv,zxnvnzxv,mz
Kadar Zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
“Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Perhitungan Zakat
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
- Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
- Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun
Zakat Hadiah dan Bonus
Berikut adalah jenis zakat hadiah/bonus/komisi yang erat kaitannya dengan zakat profesi:
- Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar zakat 2,5%.
- Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10% (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil profesi seperti makelar, dll maka digolongkan dengan zakat profesi. Aturan pembayaran zakat mengikuti zakat profesi.
- Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%, kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan dengan kekayaan yang ada dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%
Pranala luar dan referensi
Surah:. Al Maidah (5) Ayat: 23 |
5.23. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi ni'mat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". |
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-. Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan. Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab). Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. |
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996
Hukum-hukum Zakat
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok pada
zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan
dan profesinya.
Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama
adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung
kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak.
Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan
penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor,
insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan
lain-lainnya.
Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat
pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan
dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak,
ataupun kedua- duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti
itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
Wajibkah kedua macam penghasilan yang berkembang sekarang
itu dikeluarkan zakatnya ataukah tidak? Bila wajib,
berapakah nisabnya, besar zakatnya, dan bagaimana tinjauan
fikih Islam tentang masalah itu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu sekali memperoleh
jawaban pada masa sekarang, supaya setiap orang mengetahui
kewajiban dan haknya. Bentuk-bentuk penghasilan dengan
bentuknya yang modern, volumenya yang besar, dan sumbernya
yang luas itu, merupakan sesuatu yang belum dikenal oleh
para ulama fikih pada masa silam. Kita menguraikan jawaban
pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam tiga pokok fasal:
1. Pandangan fikih tentang penghasilan dan profesi, serta
pendapat para ulama fikih pada zaman dulu dan sekarang
tentang hukumnya, serta penjelasan tentang pendapat yang
kuat.
2. Nisab, besarnya, dan cara menetapkannya.
3. Besar zakatnya.
PANDANGAN FIKIH TENTANG PENGHASILAN DAN PROFESI
PENDAPAT MUTAKHIR
Guru-guru seperti Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah
dan Abdul Wahab Khalaf telah mengemukakan persoalan ini
dalam ceramahnya tentang zakat di Damaskus pada tahun 1952.
Ceramah mereka tersebut sampai pada suatu kesimpulan yang
teksnya sebagai berikut:
"Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah
setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada
pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab
tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup
tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di
tengah-tengah kita dapat menyimpulkan bahwa dengan
penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas
hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang
terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua
sisi ujung tahun tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat
menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat, karena
terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih
sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat."
"Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi seseorang - untuk
bisa dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran
Junaih Mesir lama maka ukuran itu harus terpenuhi pula buat
seseorang untuk terkena kewajiban zakat, sehingga jelas
perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang
miskin penerima zakat.
Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah
senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja
tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan itu
harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil
penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang
tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang
pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut."
Mengenai besar zakat, mereka mengatakan, "Penghasilan dan
profesi, kita tidak menemukan contohnya dalam fikih, selain
masalah khusus mengenai penyewaan yang dibicarakan Ahmad. Ia
dilaporkan berpendapat tentang seseorang yang menyewakan
rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa
orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika
menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada
hakikatnya menyerupai mata penghasilan, dan wajib
dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab."
Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih
dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya
tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan,
meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada
akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab
yang telah berumur setahun.
GAJI DAN UPAH ADALAH HARTA PENDAPATAN
Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, - adalah
bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan
dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah
cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.
Yang menarik adalah pendapat guru-guru besar tentang hasil
penghasilan dan profesi dan pendapatan dari gaji atau
lain-lainnya di atas, bahwa mereka tidak menemukan
persamaannya dalam fikih selain apa yang dilaporkan tentang
pendapat Ahmad tentang sewa rumah diatas. Tetapi
sesungguhnya persamaan itu ada yang perlu disebutkan di
sini, yaitu bahwa kekayaan tersebut dapat digolongkan kepada
kekayaan penghasilan, "yaitu kekayaan yang diperoleh
seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai
dengan syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk
penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan."
Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat
kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu
setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud,
Mu'awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan
juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza'i.
Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-
pendapat itu telah pernah ditulis dalam buku-buku yang sudah
berada di kalangan para peneliti, misalnya al-Muhalla oleh
Ibnu Hazm, jilid 4: 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu
Qudamah jilid 2: 6 Nail-Authar jilid 4: 148 Rudz an-Nadzir
jilid 2; 41 dan Subul as-Salam jilid 2: 129.
MENCARI PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG ZAKAT PROFESI
Yang mendesak, mengingat zaman sekarang, adalah menemukan
hukum pasti "harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat
hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil
penghasilan, profesi, dan kekayaan non-dagang dapat
digolongkan kepada "harta penghasilan" tersebut. Bila
kekayaan dari satu kekayaan, yang sudah dikeluarkan
zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu,
mengalami perkembangan, misalnya laba perdagangan dan
produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan
dengan perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan
keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu
nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan
labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun.
Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam
bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup
masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil
tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20,
begitu juga seseorang menjual produksi ternak yang sudah
dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga
barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga.
Hal itu untuk menghindari adanya zakat ganda, yang dalam
perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak."
Yang kita bicarakan disini, adalah tentang "harta
penghasilan," yang berkembang bukan dari kekayaan lain,
tetapi karena penyebab bebas, seperti upah kerja, investasi
modal, pemberian, atau semacamnya, baik dari sejenis dengan
kekayaan lain yang ada padanya atau tidak.
Berlaku jugakah ketentuan setahun penuh bagi zakat kekayaan
hasil kerja ini? Ataukah digabungkan dengan zakat hartanya
yang sejenis dan ketentuan waktunya mengikuti waktu setahun
harta lainnya yang sejenis itu? Atau wajib zakat terhitung
saat harta tersebut diperoleh dan susah terpenuhi
syarat-syarat zakat yang berlaku seperti cukup senisab,
bersih dari hutang, dan lebih dari kebutuhan-kebutuhan
pokok?
Yang jelas ketiga pendapat tersebut diatas adalah pendapat
ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan
para ulama fikih itu adalah bahwa masa setahun merupakan
syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta benda
perolehan maupun bukan. Hal itu berdasarkan hadis-hadis
mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa
hadis-hadis tersebut berlaku bagi semua kekayaan termasuk
harta hasil usaha.
Di bawah ini dijelaskan tingkatan kebenaran hadis-hadis
tentang ketentuan setahun tersebut dan sejauh mana para imam
hadis membenarkannya.
(Daftar Isi, sesudah)
---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4
thanks bngt yua.. membantu diriku membuat tuga.
BalasHapus