Minggu, 13 Maret 2011

makalah zakat profesi


Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Daftar isi
Latar belakang
Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai berikut:
Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"
Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi:
  1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
  2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
  3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta)
Nisab
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun [http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Zakat/Prxcmzxcvnzxnc.zxnv,zxnvnzxv,mz
Kadar Zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah:
“Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
Perhitungan Zakat
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
  1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
  2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun
Zakat Hadiah dan Bonus
Berikut adalah jenis zakat hadiah/bonus/komisi yang erat kaitannya dengan zakat profesi:
  1. Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar zakat 2,5%.
  2. Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10% (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil profesi seperti makelar, dll maka digolongkan dengan zakat profesi. Aturan pembayaran zakat mengikuti zakat profesi.
  3. Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%, kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan dengan kekayaan yang ada dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%
Pranala luar dan referensi
Surah:. Al Maidah (5)
Ayat: 23
    قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُواْ عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
5.23. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi ni'mat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.

Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996

Hukum-hukum Zakat

oleh Dr. Yusuf Qardhawi


Barangkali bentuk  penghasilan  yang  paling  menyolok  pada
zaman  sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan
dan profesinya.
 
Pekerjaan yang menghasilkan  uang  ada  dua  macam.  Pertama
adalah  pekerjaan  yang  dikerjakan sendiri tanpa tergantung
kepada orang lain, berkat  kecekatan  tangan  ataupun  otak.
Penghasilan   yang   diperoleh  dengan  cara  ini  merupakan
penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor,
insinyur,   advokat   seniman,  penjahit,  tukang  kayu  dan
lain-lainnya.
 
Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang  buat
pihak  lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan
dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak,
ataupun  kedua-  duanya.  Penghasilan dari pekerjaan seperti
itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
 
Wajibkah kedua macam penghasilan  yang  berkembang  sekarang
itu   dikeluarkan   zakatnya   ataukah  tidak?  Bila  wajib,
berapakah nisabnya, besar zakatnya, dan  bagaimana  tinjauan
fikih Islam tentang masalah itu?
 
Pertanyaan-pertanyaan   tersebut   perlu  sekali  memperoleh
jawaban pada masa sekarang, supaya setiap  orang  mengetahui
kewajiban   dan  haknya.  Bentuk-bentuk  penghasilan  dengan
bentuknya yang modern, volumenya yang besar,  dan  sumbernya
yang  luas  itu,  merupakan  sesuatu yang belum dikenal oleh
para ulama fikih pada masa silam. Kita  menguraikan  jawaban
pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam tiga pokok fasal:
 
1. Pandangan fikih tentang penghasilan dan profesi, serta
   pendapat para ulama fikih pada zaman dulu dan sekarang
   tentang hukumnya, serta penjelasan tentang pendapat yang
   kuat.
2. Nisab, besarnya, dan cara menetapkannya.
3. Besar zakatnya.
 
 
PANDANGAN FIKIH TENTANG PENGHASILAN DAN PROFESI
 
PENDAPAT MUTAKHIR
 
Guru-guru seperti Abdur Rahman Hasan,  Muhammad  Abu  Zahrah
dan  Abdul  Wahab  Khalaf  telah  mengemukakan persoalan ini
dalam ceramahnya tentang zakat di Damaskus pada tahun  1952.
Ceramah  mereka  tersebut  sampai pada suatu kesimpulan yang
teksnya sebagai berikut:
 
"Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya  bila  sudah
setahun  dan  cukup  senisab.  Jika  kita  berpegang  kepada
pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan  Muhammad  bahwa  nisab
tidak  perlu  harus  tercapai  sepanjang  tahun,  tapi cukup
tercapai penuh  antara  dua  ujung  tahun  tanpa  kurang  di
tengah-tengah   kita   dapat   menyimpulkan   bahwa   dengan
penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas
hasil  penghasilan  setiap  tahun,  karena  hasil itu jarang
terhenti sepanjang tahun bahkan  kebanyakan  mencapai  kedua
sisi  ujung  tahun  tersebut.  Berdasar  hal itu, kita dapat
menetapkan hasil penghasilan sebagai  sumber  zakat,  karena
terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih
sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat."
 
"Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi  seseorang - untuk
bisa  dianggap  kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran
Junaih Mesir lama maka ukuran itu harus terpenuhi pula  buat
seseorang  untuk  terkena  kewajiban  zakat,  sehingga jelas
perbedaan antara orang  kaya  yang  wajib  zakat  dan  orang
miskin penerima zakat.
 
Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah
senisab itu cukup terdapat pada awal dan  akhir  tahun  saja
tanpa  harus  terdapat  di  pertengahan tahun. Ketentuan itu
harus  diperhatikan  dalam  mewajibkan  zakat   atas   hasil
penghasilan  dan  profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang
tergolong kaya dan  siapa  yang  tergolong  miskin,  seorang
pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut."
 
Mengenai  besar  zakat,  mereka mengatakan, "Penghasilan dan
profesi, kita tidak menemukan contohnya dalam fikih,  selain
masalah khusus mengenai penyewaan yang dibicarakan Ahmad. Ia
dilaporkan berpendapat  tentang  seseorang  yang  menyewakan
rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa
orang   tersebut   wajib   mengeluarkan   zakatnya    ketika
menerimanya   tanpa   persyaratan   setahun.  Hal  itu  pada
hakikatnya   menyerupai   mata   penghasilan,   dan    wajib
dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab."
 
Hal  itu  sesuai  dengan  apa yang telah kita tegaskan lebih
dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja  yang  penghasilannya
tidak  mencapai  nisab  seperti  yang  telah  kita tetapkan,
meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup  pada
akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab
yang telah berumur setahun.
 
GAJI DAN UPAH ADALAH HARTA PENDAPATAN
 
Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, - adalah
bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan
dari dua belas bulan. Karena ketentuan  wajib  zakat  adalah
cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.
 
Yang  menarik  adalah pendapat guru-guru besar tentang hasil
penghasilan  dan  profesi  dan  pendapatan  dari  gaji  atau
lain-lainnya   di   atas,   bahwa   mereka  tidak  menemukan
persamaannya dalam fikih selain apa yang dilaporkan  tentang
pendapat   Ahmad   tentang   sewa   rumah   diatas.   Tetapi
sesungguhnya persamaan itu  ada  yang  perlu  disebutkan  di
sini, yaitu bahwa kekayaan tersebut dapat digolongkan kepada
kekayaan  penghasilan,  "yaitu   kekayaan   yang   diperoleh
seseorang  Muslim  melalui  bentuk  usaha  baru  yang sesuai
dengan syariat agama. Jadi pandangan  fikih  tentang  bentuk
penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan."
 
Sekelompok   sahabat   berpendapat   bahwa  kewajiban  zakat
kekayaan  tersebut  langsung,  tanpa  menunggu  batas  waktu
setahun.  Diantara  mereka  adalah  Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud,
Mu'awiyah, Shadiq, Baqir,  Nashir,  Daud,  dan  diriwayatkan
juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auza'i.
 
Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-
pendapat itu telah pernah ditulis dalam buku-buku yang sudah
berada  di  kalangan para peneliti, misalnya al-Muhalla oleh
Ibnu Hazm, jilid 4: 83 dan seterusnya  al-Mughni  oleh  Ibnu
Qudamah  jilid  2: 6 Nail-Authar jilid 4: 148 Rudz an-Nadzir
jilid 2; 41 dan Subul as-Salam jilid 2: 129.
 
MENCARI PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG ZAKAT PROFESI
 
Yang mendesak, mengingat zaman  sekarang,  adalah  menemukan
hukum  pasti  "harta  penghasilan" itu, oleh karena terdapat
hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu  bahwa  hasil
penghasilan,   profesi,   dan   kekayaan   non-dagang  dapat
digolongkan  kepada  "harta  penghasilan"   tersebut.   Bila
kekayaan   dari   satu   kekayaan,  yang  sudah  dikeluarkan
zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu,
mengalami   perkembangan,   misalnya  laba  perdagangan  dan
produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan
dengan  perhitungan  tahun induknya. Hal itu karena hubungan
keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
 
Berdasarkan hal itu,  bila  seseorang  sudah  memiliki  satu
nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan
labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir  tahun.
Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam
bentuk uang dari  kekayaan  wajib  zakat  yang  belum  cukup
masanya  setahun,  misalnya  seseorang  yang  menjual  hasil
tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10  atau  1/20,
begitu  juga  seseorang  menjual  produksi ternak yang sudah
dikeluarkan zakatnya, maka  uang  yang  didapat  dari  harga
barang  tersebut  tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga.
Hal itu untuk menghindari adanya  zakat  ganda,  yang  dalam
perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak."
 
Yang   kita   bicarakan   disini,   adalah   tentang  "harta
penghasilan," yang  berkembang  bukan  dari  kekayaan  lain,
tetapi  karena penyebab bebas, seperti upah kerja, investasi
modal, pemberian, atau semacamnya, baik dari sejenis  dengan
kekayaan lain yang ada padanya atau tidak.
 
Berlaku  jugakah ketentuan setahun penuh bagi zakat kekayaan
hasil kerja ini? Ataukah digabungkan dengan  zakat  hartanya
yang  sejenis dan ketentuan waktunya mengikuti waktu setahun
harta lainnya yang sejenis itu? Atau wajib  zakat  terhitung
saat   harta   tersebut   diperoleh   dan   susah  terpenuhi
syarat-syarat zakat  yang  berlaku  seperti  cukup  senisab,
bersih  dari  hutang,  dan  lebih  dari  kebutuhan-kebutuhan
pokok?
 
Yang jelas ketiga pendapat tersebut diatas  adalah  pendapat
ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan
para ulama fikih itu adalah  bahwa  masa  setahun  merupakan
syarat  mutlak  setiap  harta benda wajib zakat, harta benda
perolehan maupun  bukan.  Hal  itu  berdasarkan  hadis-hadis
mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa
hadis-hadis tersebut berlaku bagi  semua  kekayaan  termasuk
harta hasil usaha.
 
Di  bawah  ini  dijelaskan  tingkatan  kebenaran hadis-hadis
tentang ketentuan setahun tersebut dan sejauh mana para imam
hadis membenarkannya.
                                       (Daftar Isi, sesudah)
 
---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

1 komentar: